Kamis, 15 Januari 2015

Rasulullah Resah Melihat Awan atau Angin, Mengapa?

Memaknai Musibah AirAsia QZ8501

Beberapa pekan terakhir, kita dibuat trenyuh dan mengusap dada dengan bencana bertubi-tubi yang melanda negeri ini. Belum habis duka saat longsor memakan korban 93 orang di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 12 Desember lalu.

Kini, duka itu bertambah saat pesawat AirAsia QZ8501 menghilang. Ada 155 orang dan kru pesawat di pesawat itu. Beragam spekulai bermunculan. Yang paling dominan memprediksi, pesawat tersebut jatuh ke perairan di antara Belitung Timur dan Kalimatan. Pencarian pun dilakukan dengan kekuatan penuh. Negara-negara sahabat ikut berembuk mencari lokasi di mana pesawat nahas itu berada.  

Basarnas sebagai pusat komando pencarian pesawat AirAsia dan penumpangnya, akhinya berhasil menemukan titik hilangnya AirAsia, di selat Karimata, lebih dekat ke Pulau Kalimantan. Evakuasi kemudian dilakukan, mereka menemukan serpihan badan pesawat dan sejumlah penumpang yang kini sudah meninggal dunia.

Kabar yang sangat mengjutkan, terutama bagi keluarga korban. Mereka merasa seolah bermimpi, belum lama berbincang dang sanak keluarga, berpamitan, berjanji akan membawakan oleh-oleh sepulang bepergian, dll. Namun, cerita berkata lain. Skenario indah itu berubah. Allah SWT yang menggenggam kehidupan bekehendak lain dengan maksud yang baik untuk manusia. Mereka berpisah melalui musibah tenggelamnya AirAsia ke dalam lautan. Kita semua pun turut berdua.

Dalam berinteraksi dengan bencana, Islam mengajarkan penganutnya untuk bersabar dan mengambil pelajaran atas kejadian tersebut. Tidak ada suatu kejadian di dunia terjadi secara kebetulan. Semua atas izin Allah dan menyimpan banyak hikmah. Semakin orang memahami hikmah di balik kejadian itu, ia akan semakin lapang hati menerimanya.

"Allah Menganugerahkan hikmah kepada siapa yang ia kehendaki. Dan barang siapa dianugerahi hikmah itu, ia benar-benar dianugerahi karunia yang banyak. Dan, hanya orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran." (QS al-Baqarah [2]: 269)

Kesadaran kepada kekuasaan Allah merupakan pelajaran terpenting dari bencana alam. Semesta dan isinya tunduk kepada perintah Allah. Manusia, jin, hewan, gunung, air, bumi, dan semua ciptaanya berada dalam genggaman-Nya.

Bila Allah berkehendak, tidak ada yang dapat mencegah gunung yang kokoh itu meletus, air yang turun dari langit kemudian mengalir membentuk banjir, dan tanah tiba-tiba longsor memakan korban. Capaian Kecerdasan manusia dengan segala peralatan super canggih tak mampu untuk membendung kuasa Allah.

Orang beriman melihat bencana dari segi metafisika, yaitu keinginan tersirat Sang Pencipta di belakang bencana. Sikap yang patut diambil orang mukmin terhadap bencana alam yang menimpa saudara kita, yakni rasa takut bencana-bencana itu akan menimpa kita. Sebagaimana bencana melanda daerah mereka, kawasan kita juga sangat mungkin untuk ditimpa.

Dari Sayyidina Aisyah Ra bercerita bahwa Wajah Rasulullah  SAW berubah ketika melihat awan atau angin. Maka Sayyidina Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, saya melihat manusia gembira ketika melihat awan karena mereka mengharap turunnya hujan dan saya tampak wajah engkau resah melihatnya."

Kemudian Rasulullah berkata, "Wahai Aisyah, apa yang membuat saya aman bahwa dalam awan/ angin itu tidak ada azab? Telah disiksa suatu kaum dengan angin dan  kaum lain ketika melihat awan-azab berkata, `Awan ini datang untuk memberi hujan kepada kita'." (HR Abu Daud)

Kedua, mencegah kemungkaran. Sebagian orang terkadang mementingkan kesalehan pribadinya. Ia tidak tergerak untuk mencegah kemungkaran yang tersebar di sekelilingnya. Kemungkaran yang dibiarkan bisa menyebabkan turunnya siksa dari Allah.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya manusia apabila melihat kezaliman dan tidak berusaha untuk mencegahnya maka dihawatirkan Allah akan meratakan azabnya." (HR Abu Daud). Berikutnya, bertobat dari segala dosa. Karena tobat dapat menolak bencana. Allah berfirman "Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah pula akan menghukum mereka, sedangkan mereka masih memohon ampunan." (QS al-Anfal [8]: 33).

Semoga dari musibah jatuhnya pesawat Air Asia itu kita bisa mengambil hikmahnya. Bukan saja kita belajar untuk bersabar dan kuat dalam menghadapi setiap bencana atau ujian, lebih dari itu kita semestinya pandai untuk bermuhasabah, bercermin apakah selama ini amalan yang kita lakukan sudah mencerminkan pribadi muslim yang taat, atau malah sebaliknya, menjauh dari perintah dan larangan Allah SWT.

Jika demikian, maka beragam musibah yang terjadi di negeri ini haruslah dimaknai sebagai sebuah peringatan bahwa Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat. Karena sesungguhnya Allah SWT telah berjanji akan menerima taubat kita. Maka, bersegeralah menuju ampunan Allah! (diolah dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar