Jumat, 30 Januari 2015

Hikmah Bencana di Sekitar Kita: Lihatlah Nikmat yang Tersisa! Sungguh Amat Luas

 “ Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Sesungguhnya kita ini milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya kita kembali.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan-Nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah : 155-157)

TIM evakuasi pesawat dan penumpang korban AirAsia yang tenggelam ke dalam laut selat Karimata, membuahkan hasil. Korban meninggal dunia satu per satu diangkat, diidentifikasi, lalu dikembalikan ke keluarganya.

Jenazah keluarga ditemukan adalah hal yang melegakan, tapi tentu tidak bisa mengobati kesediahan yang teramat dalam. Kematian bukanlah hal yang mereka harapkan. Setelah berhari-hari menunggu kepastian, sejatinya mereka sangat berharap keluarga mereka yang menjadi bagian penumpang AirAsia ditemukan dalam keadaan hidup. Tapi Allah SWT bekerhendak lain. Itulah yang kita saksikan hari-hari ini melalui media massa soal perkembangan kasus AirAsia.

Musibah lain di dekat kita adalah pergeseran tanah di wilayah Ciwidey, Cianjur, dan Sukabumi. Bencana itu telah merusak dan menghancurkan sejumlah rumah, sehingga para penghuninya pun diminta mengungsi. Bagi mereka, rumah adalah istana yang sangat sulit untuk membangunnya. Apalagi kini beragam bahan bangunan telah naik harganya. Di tengah pengungsian, mereka gelisah, akankah kelak bisa kembali membangun rumah dan tetap aman untuk tinggal di sana?

Jamaah Masjid As Shidiq yang dirahmati Allah SWT, selain ayat dalam QS Al Baqarah di atas, Rosulullah Muhammad SAW bersabda bagaimana kita bersikap terhadap musibah yang menimpa kita atau di sekitar kita, “Tidaklah seorang hamba yang ditimpa musibah mengucapkan,” Inna Lillahi Wa inna ilaihi roji’un; wahai Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik,’ kecuali Allah akan memberikan pahala dalam musibahnya dan akan memberikan kepadanya ganti yang lebih baik (HR Ahmad)

Kita Milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jika seorang hamba benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya, maka ia terhibur tatkala tertimpa musibah. Kalimat istirja’ ini merupakan penyembuh dan obat paling mujarab bagi orang yang sedang tertimpa musibah. Dia memberikan manfaat baik dalam waktu dekat maupun di waktu yang akan dating. Kalimat tersebut memuat dua prinsip yang sangat agung. Jika seseorang mampu merealisasikan dan memahami keduanya, maka dia akan terhibur dalam setiap musibah yang menimpanya. Dua prinsip pokok tersebut adalah :
Pertama, bahwasanya manusia, keluarga dan harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Bagi manusia, semua itu tidak lebih hanya sebagai pinjaman atau titipan, sehingga jika Allah SWT mengambilnya dari seseorang, maka ia ibarat seorang pemilik barang yang sedang mengambilnya dari si pemimjam. Demikian juga manusia diliputi oleh ketidakpunyaan, sebelumnya (ketika lahir) dia tidak memiliki apa-apa dan setelahnya (ketika mati) ia pun tidak memiliki apa-apa lagi.

Dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang hamba tidak lebih hanya seperti barang pinjaman dan titipan yang bersifat senentara. Seorang hamba juga bukanlah yang telah menjadikan dirinya memiliki sesusatu setelah sebelumnya tidak punya. Dan dia pun bukanlah menjadi penjaga terhadap segala miliknya dari kebinasaan dan kelenyapan, dia tak mampu untuk menjadikan miliknya tetap terus abadi. Apa pun usaha seorang hamba, ia tidak akan mampu untuk menjadikan miliknya kekal abadi, tidak akan mampu menjadikan dirinya sebagai pemilik hakiki.

Dan juga seseorang harus membelanjakan miliknya berdasarkan perintah pemiliknya, memperhatikan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Dia membelanjakan bukan sebagai pemilik, karena Allah-lah sang pemilik, maka tidak boleh baginya membelanjakan titipan itu kecuali dalam hal-hal yang sesuai dengan kehendak pemilik yang hakiki.

Kedua, bahwa kesudahan dan tempat kembali seorang hamba adalah kepada Allah pemilik yang haq. Dan seseorang sudah pasti akan meninggalkan dunia ini lalu menghadap Allah SWT sendiri-sendiri sebagaimana ketika diciptakan pertama kali, tidak memiliki harta, tidak membawa keluarga dan anak istri. Akan tetapi manusia menghadap Allah dengan membawa amal kebaikan dan keburukan.

Jika awal mula dan kesudahan seorang  hamba adalah demikian,  maka bagaimana dia akan berbangga-bangga dengan apa yang dia miliki atau berputus asa dari apa yang tidak dimilikinya. Maka memikirkan bagaimana awal dirinya dan bagaimana kesudahannya nanti merupakan obat paling manjur untuk mengobati sakit dan kesedihan. Demikian juga dengan mengetahui secara yakin bahwa apa yang akan menimpanya pasti tidak akan meleset atau luput dan begitu pula sebaliknya.

Allah SWT berfirman, “ Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al Hadid : 22-23)        

Lihat Nikmat yang Tersisa. Termasuk salah satu terapi  dalam menghadapi musibah adalah dengan cara melihat seberapa musibah dan seberapa nikmat yang telah diterima. Maka akan di dapati bahwa Allah SWT masih menyisakan  baginya yang semisal dengannya, atau malah lebih baik lagi. Dan jika seseorang bersabar dan ridha, maka Allah SWT akan memberikan sesuatu yang lebih baik dan besar daripada apa yang hilang dalam musibah, bahkan mungkin dengan berlipat ganda. Dan jika Allah SWT menghendaki maka akan menjadikan lebih dan lebih lagi dari yang ada.

Musibah Menimpa Semua Orang. Merupakan obat yang sangat bermanfaat di kala musibah sedang menimpa adalah dengan menyadari bahwa musibah itu pasti dialami oleh semua orang. Cobalah dia menengok ke kanan, maka akan di dapati di sana ada orang yang sedang di beri ujian, dan jika menengok ke kiri maka di sana ada orang yang sedang di timpa kerugian dan malapetaka. Dan seorang yang berakal kalau mau memperhatikan sekelilingnya maka dia tidak akan mendapati kecuali di sana pasti ada ujian hidup, entah dengan hilangnya barang atau orang yang dicintai atau menemui sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hidup.

Kehidupan dunia tidak lain adalah ibarat kembangnya tidur atau baying-bayang yang pasti lenyap. Jika dunia mampu membuat orang tersenyum sesaat, maka dia mampu mendatangkan tangisan yang panjang. Jika ia membuat bahagia dalam sehari maka ia pun membuat duka sepanjang tahun. Kalau hari ini memberikan sedikit, maka suatu saat akan menahan dalam waktu yang lama.  Tidaklah suatu rumah dipenuhi dengan keceriaan kecuali suatu saat akan dipenuhi pula dengan duka. Ibnu Mas’ud r.a. berkata,” pada setiap kegembiraan ada duka, dan tidak ada satu rumah pun yang penuh dengan kebahagiaan kecuali akan dipenuhi pula dengan kesedihan.

Keluh kesah Melipatgandakan Penderitaan. Diantara obat untuk menghadapi musibah adalah dengan menyadari bahwa keluh kesah tidak akan dapat menghilangkan musibah. Bahkan hanya akan menambah serta melipatgandakan sakit dan penderitaan.


Musibah Terbesar adalah Hilangnya Kesabaran. Termasuk obat ketika tertimpa musibah adalah dengan mengetahui bahwa hilangnya kesabaran dan sikap berserah diri adalah lebih besar dan berbahaya daripada musibah itu sendiri. Karena hilangnya kesabaran akan menyebabkan hilangnya keutamaan berupa kesejahteraan, rahmat dan hidayah yang Allah SWT kumpulkan tiga hal itu dalam sikap sabar dan istirja’ (mengembalikan urusan kerpada Allah). (diolah dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar