“ Dan
sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, ‘Sesungguhnya kita ini milik Allah, dan sesungguhnya
kepada-Nya kita kembali.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang
sempurna dan rahmat dari Tuhan-Nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS Al Baqarah : 155-157)
TIM evakuasi pesawat dan penumpang korban AirAsia
yang tenggelam ke dalam laut selat Karimata, membuahkan hasil. Korban meninggal
dunia satu per satu diangkat, diidentifikasi, lalu dikembalikan ke keluarganya.
Jenazah keluarga ditemukan adalah hal yang
melegakan, tapi tentu tidak bisa mengobati kesediahan yang teramat dalam.
Kematian bukanlah hal yang mereka harapkan. Setelah berhari-hari menunggu
kepastian, sejatinya mereka sangat berharap keluarga mereka yang menjadi bagian
penumpang AirAsia ditemukan dalam keadaan hidup. Tapi Allah SWT bekerhendak
lain. Itulah yang kita saksikan hari-hari ini melalui media massa soal
perkembangan kasus AirAsia.
Musibah lain di dekat kita adalah pergeseran tanah
di wilayah Ciwidey, Cianjur, dan Sukabumi. Bencana itu telah merusak dan
menghancurkan sejumlah rumah, sehingga para penghuninya pun diminta mengungsi.
Bagi mereka, rumah adalah istana yang sangat sulit untuk membangunnya. Apalagi
kini beragam bahan bangunan telah naik harganya. Di tengah pengungsian, mereka
gelisah, akankah kelak bisa kembali membangun rumah dan tetap aman untuk
tinggal di sana?
Jamaah Masjid As Shidiq yang dirahmati Allah SWT,
selain ayat dalam QS Al Baqarah di atas, Rosulullah Muhammad SAW bersabda
bagaimana kita bersikap terhadap musibah yang menimpa kita atau di sekitar
kita, “Tidaklah seorang hamba yang ditimpa musibah mengucapkan,” Inna Lillahi
Wa inna ilaihi roji’un; wahai Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan
gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik,’ kecuali Allah akan memberikan
pahala dalam musibahnya dan akan memberikan kepadanya ganti yang lebih baik (HR
Ahmad)
Kita
Milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jika seorang hamba
benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah SWT dan akan kembali
kepada-Nya, maka ia terhibur tatkala tertimpa musibah. Kalimat istirja’ ini
merupakan penyembuh dan obat paling mujarab bagi orang yang sedang tertimpa
musibah. Dia memberikan manfaat baik dalam waktu dekat maupun di waktu yang
akan dating. Kalimat tersebut memuat dua prinsip yang sangat agung. Jika
seseorang mampu merealisasikan dan memahami keduanya, maka dia akan terhibur
dalam setiap musibah yang menimpanya. Dua prinsip pokok tersebut adalah :
Pertama, bahwasanya manusia, keluarga dan harta pada
hakikatnya adalah milik Allah SWT. Bagi manusia, semua itu tidak lebih hanya
sebagai pinjaman atau titipan, sehingga jika Allah SWT mengambilnya dari
seseorang, maka ia ibarat seorang pemilik barang yang sedang mengambilnya dari
si pemimjam. Demikian juga manusia diliputi oleh ketidakpunyaan, sebelumnya
(ketika lahir) dia tidak memiliki apa-apa dan setelahnya (ketika mati) ia pun
tidak memiliki apa-apa lagi.
Dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang hamba
tidak lebih hanya seperti barang pinjaman dan titipan yang bersifat senentara.
Seorang hamba juga bukanlah yang telah menjadikan dirinya memiliki sesusatu
setelah sebelumnya tidak punya. Dan dia pun bukanlah menjadi penjaga terhadap
segala miliknya dari kebinasaan dan kelenyapan, dia tak mampu untuk menjadikan
miliknya tetap terus abadi. Apa pun usaha seorang hamba, ia tidak akan mampu
untuk menjadikan miliknya kekal abadi, tidak akan mampu menjadikan dirinya
sebagai pemilik hakiki.
Dan juga seseorang harus membelanjakan miliknya
berdasarkan perintah pemiliknya, memperhatikan apa yang diperintahkan dan apa
yang dilarang. Dia membelanjakan bukan sebagai pemilik, karena Allah-lah sang
pemilik, maka tidak boleh baginya membelanjakan titipan itu kecuali dalam
hal-hal yang sesuai dengan kehendak pemilik yang hakiki.
Kedua, bahwa kesudahan dan tempat kembali seorang
hamba adalah kepada Allah pemilik yang haq. Dan seseorang sudah pasti akan
meninggalkan dunia ini lalu menghadap Allah SWT sendiri-sendiri sebagaimana
ketika diciptakan pertama kali, tidak memiliki harta, tidak membawa keluarga
dan anak istri. Akan tetapi manusia menghadap Allah dengan membawa amal
kebaikan dan keburukan.
Jika awal mula dan kesudahan seorang hamba adalah demikian, maka bagaimana dia akan berbangga-bangga
dengan apa yang dia miliki atau berputus asa dari apa yang tidak dimilikinya.
Maka memikirkan bagaimana awal dirinya dan bagaimana kesudahannya nanti merupakan
obat paling manjur untuk mengobati sakit dan kesedihan. Demikian juga dengan
mengetahui secara yakin bahwa apa yang akan menimpanya pasti tidak akan meleset
atau luput dan begitu pula sebaliknya.
Allah SWT berfirman, “ Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum
kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa
yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS Al Hadid : 22-23)
Lihat
Nikmat yang Tersisa. Termasuk salah satu terapi dalam menghadapi musibah adalah dengan cara
melihat seberapa musibah dan seberapa nikmat yang telah diterima. Maka akan di
dapati bahwa Allah SWT masih menyisakan
baginya yang semisal dengannya, atau malah lebih baik lagi. Dan jika
seseorang bersabar dan ridha, maka Allah SWT akan memberikan sesuatu yang lebih
baik dan besar daripada apa yang hilang dalam musibah, bahkan mungkin dengan
berlipat ganda. Dan jika Allah SWT menghendaki maka akan menjadikan lebih dan
lebih lagi dari yang ada.
Musibah
Menimpa Semua Orang. Merupakan obat yang sangat bermanfaat di
kala musibah sedang menimpa adalah dengan menyadari bahwa musibah itu pasti
dialami oleh semua orang. Cobalah dia menengok ke kanan, maka akan di dapati di
sana ada orang yang sedang di beri ujian, dan jika menengok ke kiri maka di
sana ada orang yang sedang di timpa kerugian dan malapetaka. Dan seorang yang
berakal kalau mau memperhatikan sekelilingnya maka dia tidak akan mendapati
kecuali di sana pasti ada ujian hidup, entah dengan hilangnya barang atau orang
yang dicintai atau menemui sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hidup.
Kehidupan dunia tidak lain adalah ibarat kembangnya
tidur atau baying-bayang yang pasti lenyap. Jika dunia mampu membuat orang
tersenyum sesaat, maka dia mampu mendatangkan tangisan yang panjang. Jika ia
membuat bahagia dalam sehari maka ia pun membuat duka sepanjang tahun. Kalau
hari ini memberikan sedikit, maka suatu saat akan menahan dalam waktu yang
lama. Tidaklah suatu rumah dipenuhi
dengan keceriaan kecuali suatu saat akan dipenuhi pula dengan duka. Ibnu Mas’ud
r.a. berkata,” pada setiap kegembiraan ada duka, dan tidak ada satu rumah pun
yang penuh dengan kebahagiaan kecuali akan dipenuhi pula dengan kesedihan.
Keluh
kesah Melipatgandakan Penderitaan. Diantara obat untuk
menghadapi musibah adalah dengan menyadari bahwa keluh kesah tidak akan dapat
menghilangkan musibah. Bahkan hanya akan menambah serta melipatgandakan sakit
dan penderitaan.
Musibah
Terbesar adalah Hilangnya Kesabaran. Termasuk obat ketika
tertimpa musibah adalah dengan mengetahui bahwa hilangnya kesabaran dan sikap
berserah diri adalah lebih besar dan berbahaya daripada musibah itu sendiri.
Karena hilangnya kesabaran akan menyebabkan hilangnya keutamaan berupa
kesejahteraan, rahmat dan hidayah yang Allah SWT kumpulkan tiga hal itu dalam
sikap sabar dan istirja’ (mengembalikan urusan kerpada Allah). (diolah dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar