Kamis, 15 Januari 2015

Bercermin Pada Pribadi Mulia Rasulullah Muhammad

Memaknai Maulid Nabi Muhammad SAW

Nabi dan rasul merupakan manusia-manusia pilihan Allah SWT yang memiliki sifat-sifat mulia. Nabi Muhammad Saw, nabi dan rasul terakhir utusan Allah SWT, adalah satu diantara yang seharusnya menjadi teladan dan panutan bagi umat manuisa, terlebih kita yang beragama Islam. Mengapa? Karena beliau memiliki akhlak terpuji yang patut untuk diteladani oleh seluruh umat di muka bumi ini.

Sebagai orangtua, guru, atau siapa saja, alangkah baiknya untuk mengenalkan sifat-sifat terpuji dari para nabi dan rasul, kepada putra-putri atau anak didiknya sejak usia dini. Dengan harapan kelak mereka dapat memiliki akhlak mulia yang akan menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan beragam godaan dan ujian ini.

 "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)"

"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang musyrik membenci". (Q.S. Ash-Shaf [61]: 9).

Melakukan hal itu memang tidaklah mudah di tengah-tengah gempuran tokoh-tokoh lain dengan visual yang menarik, namun minim akan teladan dan pesan moral yang baik. Ketika kita bertanya kepada anak-anak, siapakah tokoh pilihan atau teladan yang mereka kenal, barangkali jawabannya akan beragam, bahkan tidak menutup kemungkinan sosok Muhammad SAW menadi pilihan yang terakhir. Mengapa bisa terjadi? Karena kita lalai dan tidak mdenghadirkan sosok Muhammad di tengah kehidupan kita.

Momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, menjadi kesempatan yang baik untuk memulai mengajarkan pribadi Rasulullah Muhammad SAW kepada anak-anak, temasuk kita para orangtua yang bisa jadi juga hanya sedikit mengetahui sosok Muhammad SAW.
Setidaknya, ada empat sifat hebat yang dimiliki oleh Rasulullah Saw., yakni sifat sidik (jujur), amanah (dapat dipercaya), tablig (menyampaikan wahyu Allah) dan fatanah (cerdas). Rasulullah Saw. merupakan orang yang paling menonjol sifat sidiknya dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian, mengapa kita mesti meneladani pribadi Rasulullah SAW? Beliau adalah sosok pribadi paripurna. Allah SWT memuji beliau:

"Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". (Q.S. Al-Qalam [68]: 4).

Apa sifat-sifat utama Muhammad SAW yang harus kita teladani?
Sifat pertama, shidiq, benar dan jujur dalam perkataan maupun perbuatan. Allah SWT menyandingkan perintah bertakwa dengan perintah mengikuti orang-orang yang bersifat shidq.
"Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar". (Q.S. At-Taubah [9]: 119).

Mengapa kita sebagai ummat Muhammad harus meneladani sifat shidq beliau? Pertama, sebagai mukmin, kita berkewajiban berdakwah (mengajak manusia kepada jalan Allah) sesuai dengan peran dan kapabilitas masing-masing. Dan untuk itu tidak mungkin kita menyampaikan sesuatu yang dusta. Kedua, kebenaran dan kejujuran adalah pilar utama kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, janganlah sekali-kali berbohong, meski dengan maksud iseng, apalagi berbohong/berdusta terhadap (ajaran) Allah dan Rasul-Nya.

Sifat kedua, amanah (amanat, dapat dipercaya). Allah s.w.t. berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya". (Q.S. An-Nisa' [4]: 58).

Ingatlah misalnya ketika Muhammad ikut menyelesaikan permusuhan di antara kaum Quraisy pada masa jahiliyah, yang membuahkan kesepakatan Hilf al-Fudhul. Perhatikan juga contoh teladan beliau ketika menjalankan bisnis Siti Khadijah (sebelum beliau menikah); juga ketika beliau mendamaikan para pemuka Quraisy yang bertikai tentang masalah siapa yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad di bangunan Ka'bah yang baru direnovasi. Semua itu menjadikan beliau dijuluki Al-Amien (yang dapat dipercaya) oleh kaumnya.

Shidq dan amanah adalah ciri utama orang beriman. Sebaliknya, dusta dan khianat adalah sifat orang munafik. Sifat amanah niscaya penting dan menjadi tuntutan utama setiap profesi.
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang pedagang yang amanah dan jujur (kelak di akhirat) berada bersama dengan para nabi, ash-shiddiqin, para syuhada', dan orang-orang shalih." (H.R. At-Tirmidzi)

Sifat ketiga, tabligh (menyampaikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan, tidak menyembunyikannya).
"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". (Q.S. Al-Maidah [5]: 67).

 "Dan janganlah kamu (Bani Israil) campuradukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui". (Q.S. Al-Baqarah [2]: 42).[6]

Dalam bidang pendidikan dan/atau keilmuan, Nabi s.a.w. bersabda (yang artinya): "Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dia tidak mau menjawab (menyembunyikannya), niscaya dia di hari kiamat akan dikekang dengan tali kekang dari api neraka".

Keempat, fathanah (cerdas, cerdik, dan pandai). Kecerdasan dan kepadaian (pencapaian derajat ilmiah) itu niscaya perlu, bahkan terpuji.

"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11).

Telah maklum dan diakui bahwa setiap bidang kehidupan memerlukan ilmunya yang tersendiri. Ilmu dibutuhkan oleh manusia sebagai individu maupun sebagai komunitas masyarakat. Ilmu juga dibutuhkan dalam rangka beribadah dan memahami petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Untuk itu kita, kita mestilah segera dan senantiasa meneladani sifat fathanah Rasul itu, dan mengabdikannya bagi kejayaan ummat dan bangsa. Tinggalkan dan jauhkan sikap yang kontra ilmiah, seperti: takhayul (mistik), percaya kepada dukun atau tukang ramal, dan sebagainya. Jadilah pribadi dan bangsa yang rasional di bawah sinar iman dan bimbingan wahyu.

Mari, kita ajak anak-anak untuk gemar membaca atau mengaji sejak usia dini. Semua bisa dimulai dari lingkungan keluarga sendiri. Miris rasanya seandainya melihat orang tua dan anak-anaknya setiap hari hanya asyik menonton televisi hingga berjam-jam, tanpa meluangkan waktu sedikit pun untuk bersama-sama duduk di majelis ilmu, mengkaji kepribadian Rasulullah Muhammad SAW yang mulia. (diolah dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar