Rabu, 19 Agustus 2015

DOA HARIAN: Doa Memohon Agar Anak Menjadi Pintar

Alloohummam-la' quluuba aulaadinaa nuuron wa hik-matan wa ahlihim liqobuuli ni'matin wa ashlih-hum wa ashlih bihimul ummah.

Terjemahan

"Ya Allah, penuhilah hati anak-anak kami dengan cahaya dan hikmah, dan jadikan mereka hamba-hamba-Mu yang pantas menerima nikmat, dan perbaikilah diri mereka dan perbaiki pula umat ini melalui mereka."

Kiat-Kiat Agar Mudah Mengerjakan Shalat Malam

>>> FADILAH AMAL

Berikut beberapa kiat yang, Insya Allah, sangat memudahkan seorang hamba untuk melaksanakan shalat malam.

Pertama, mengikhlashkan amalan hanya untuk Allah sebagaimana Dia telah memerintahkan dalam firman-Nya,
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (hal menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]

Kedua, mengetahui keutamaan qiyamul lail dan kedudukan orang-orang yang mengerjakan ibadah tersebut di sisi Allah Ta’âlâ.

Ketiga, meninggalkan dosa dan maksiat karena dosa dan maksiat akan memalingkan hamba dari kebaikan.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullâh berkata, “Apabila tidak mampu mengerjakan shalat malam dan puasa pada siang hari, engkau adalah orang yang terhalang dari (kebaikan) lagi terbelenggu. Dosa-dosamu telah membelenggumu.”[1]

Keempat, menghadirkan di dalam diri bahwa Allah yang menyuruhya untuk menegakkan shalat malam itu. Bila seorang hamba menyadari bahwa Rabb-nya, yang Maha Kaya lagi tidak memerlukan sesuatu apapun dari hamba, telah memerintahnya untuk mengerjakan shalat malam itu, hal itu tentu menunjukkan anjuran yang sangat penting bagi hamba guna mendapatkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Bukankah Allah telah menyeru Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau dalam firman-Nya,

 “Wahai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk mengerjakan shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (dari malam itu), (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur`ân itu dengan perlahan-lahan.” [Al-Muzzammil: 1-4]

Kelima, mengenal semangat syaithan untuk memalingkan manusia dari qiyamul lail. (dari berbagai sumber)

Pemimpin Memenuhi Kebutuhan Rakyat dan Mendengar Keluhannya

>>> Belajar dari Duo Kepemimpinan Umar

Suatu ketika Utbah bin Farqad, Gubernur Azerbaijan di masa pemerintahan Umar bin Khaththab disuguhi makanan oleh rakyatnya. Sang gubernur menerima makanan itu, makanan bernama habish yang terbuat dari minyak samin dan kurma. Saat mencicipinya, sang Gubernur menyunggingkan senyum seraya berkata “Subhanallah!, betapa enak makanan ini, tentulah kalau makanan ini kita kirim kepada Amirul Mukminin Umar bin Khaththab  di Madinah, dia akan senang,” Kemudian, dikirimlah makanan itu ke khalifah Umar. Setelah sampai, Umar menananyakan nama makanan ini dan memastikan apakah makanan ini telah bisa dinikmati semua rakyat Azerbaijan. Saat utusan Gubernur berkata bahwa tidak semua rakyat Azerbaijan bisa memakannya, wajah khalifah Umar memerah seraya memerintahkan kedua utusan itu kembali ke negerinya, dan dia menulis ,”…Makanan semanis dan selezat ini bukan dibuat dari uang ayah dan ibumu. Kenyangkan perut rakyatmu dengan makanan ini sebelum engkau mengenyangkan perutmu” .

Lain lagi cerita dari seorang Umar Bin Abdul Aziz, khalifah dari Bani Ummayah. Ketika beliau sedang berada di dalam ruang kerja dan datanglah anaknya untuk bicara dengannya. Umar lalu bertanya, pembicaraan tersebut untuk kepentingan negara atau keluarga. Si anak menjawab untuk keperluan keluarga. Lalu, Umar mematikan lampu yang menerangi ruangan tersebut karena minyak untuk menerangi ruangan itu dibiayai negara. Umar tidak mau pembicaraan untuk urusan keluarga diterangi oleh lampu yang dibiayai oleh negara. Subhanallah, sungguh sosok seorang pemimpin yang luar biasa.

Lantas, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari cerita dua Umar di atas? Jawabannya satu, amanah dengan kepemimpinannya. Menjalankan kepemimpinan sebaik mungkin dengan penuh tanggung jawab karena Allah SWT.

Krisis multidimensi yang masih menggelayuti bangsa Indonesia seakan mustahil untuk dicari jalan keluarnya dalam waktu dekat. Pragmatisme politik, gejala disintegrasi, korupsi, kemiskinan, praktek kekerasan dan bencana alam merupakan masalah besar seluruh komponen bangsa. Reformasi yang bergulir sejak 1998 dengan semangat anti KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) belum menghasilkan pemimpin besar yang berjiwa besar untuk menyembuhkan penyakit kronis yang mendera bangsa ini.

Jika bangsa ini ingin segera keluar dari berbagai krisis, maka dibutuhkan keteladanan para pemimpinnya. Keteladanan dimulai dari pemimpin tingkat keluarga, RT, RW, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Pusat. Lemahnya kepemimpinan dari tingkat yang paling bawah hingga tingkat yang paling atas menjadi penghambat tumbuhnya kepribadian bangsa yang beradab.

Pemimpin harus berani berkata jujur walaupun sangat pahit. Jika pemimpin mau jujur maka rakyat pasti mau mengerti dengan keadaan pemimpinnya.

Adakah hal itu kita temukan di bangsa kita saat ini? Terutama di kalangan pejabat publik yang hari ini berbicara menjadi pemimpin dan mewakili kita? Tidak adalah jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Atau kita bisa menjawab ya, masih ada orang yang ingin menjadi seperti dua Umar di atas, tapi sedikit, bagai mencari jarum di dalam tumpukan jerami.

Pemimpin seperti dua Umar itu memiliki criteria yang amat memadai menjadi seorang pemimpin. Kriteria itu selayaknya ada pada orang-orang yang dengan terang-terangan ingin menjadi pemimpin. Di antara kriteria pemimpin yang baik adalah:

Niat Ikhlas. Seorang pemimpin dalam memegang jabatannya itu harus diniatkan semata-mata hanya untuk menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, ia akan memperoleh yang dijanjikan Allah kepadanya, jika melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan baik. Karena setiap amal tergantung niat pelakunya, dan keberhasilan seorang pemimpin tergantung kepada niatnya dalam memegang kepemimpinan itu; apakah untuk memperkaya diri atau semata-mata lillahi Ta’ala.

Tidak Meminta Jabatan. Secara syar’i, meminta jabatan adalah dilarang kecuali dalam kondisi tertentu. Seseorang yang menginginkan suatu jabatan dan berusaha dengan sungguh untuk mendapatkan jabatan atau kedudukan terhormat dalam pemerintahan, kemungkinan besar ia akan mengorbankan agamanya demi mencapai keinginannya itu. Dia pun rela melakukan apa saja, meskipun merupakan perbuatan maksiat demi mendapatkan atau untuk mempertahankan kedudukan yang telah ia raih.

Berhukum dengan Hukum Allah. Ini merupakan kewajiban terbesar yang harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin dan penguasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
 “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah”. (QS. Al-Mâ`idah:49].

Menjatuhkan Hukum Secara Adil Diantara Manusia. Ini juga termasuk kewajiban terbesar yang harus diemban oleh seorang penguasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
 “Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. (QS. Shâd: 26).

Siap Memenuhi Kebutuhan Rakyat dan Mendengar Keluhannya. Seorang pemimpin harus membuka pintunya untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat, mendengarkan pengaduan orang-orang yang teraniaya dan keluhan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Tidaklah seorang pemimpin atau seorang penguasa menutup pintunya dari orang-orang yang memiliki kebutuhan, keperluan serta orang-orang fakir, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari keperluan, kebutuhan dan hajatnya.” (HR Ahmad (IV/231), at-Tirmidzi (1332) dari ‘Amr bin Murah. At-Tirmidzi (1332) dari Abu Maryam. Hadits ini terdapat dalam Kitab Shahîh al-Jâmi’ (5685)).

Memberi Nasihat Kepada Rakyatnya dan Tidak Mengkhianatinya.
Seorang pemimpin harus selalu memberi nasihat yang baik kepada rakyatnya tentang segala perkara berkaitan dengan urusan dunia maupun agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Tak seorang pemimpinpun yang mengurusi urusan kaum muslimin, kemudian ia tidak pernah letih dari mengayomi dan menasihati mereka, kecuali pemimpin itu akan masuk ke dalam surga bersama mereka” (HR Muslim).

Pemimpin Jangan Menerima Hadiah. Jika ada rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin, hampir bisa dipastikan, dibalik itu mereka ingin agar sang pemimpin dekat dengannya dan menyukai dirinya. Maka seorang pemimpin janganlah menerima hadiah-hadiah semacam ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Hadiah yang diberikan kepada seorang pemimpin adalah pengkhianatan” (HR ath-Thabraani dalam kitab al-Kabir (XI/11486))

 Jujur Menjalankan Semua Urusan. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus dengan sekuat tenaga untuk menjaga kehormatan, agama, harta kaum muslimin dan lain-lain. Ia juga harus mengevaluasi kinerja para pejabat dan pegawainya secara kontinyu, memperhatikan cara mereka menjalankan tugas, dan sikap mereka terhadap rakyat. Ia juga harus memilih jalan terbaik dalam menyelesaikan semua problem masyarakat. Para bawahan juga diharuskan memberi laporan-laporan secara jujur dan rinci mengenai tugas yang telah dilakukan. Sesungguhnya ia akan mempertangungjawabkan semua tugas dan kewajibannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Inilah beberapa kriteria yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang memegang tanggung jawab publik. Baik dari pimpinan tingkat terbawah hingga yang tertinggi, baik di instansi pemerintah ataupun yang swasta, terkhusus bagi mereka yang akan duduk dan sedang duduk di parlemen. Karena masalah kepemimpinan bukanlah suatu yang ringan di dalam Islam. (Diolah dari berbagai sumber)

DOA HARIAN: DOA MEMOHON REZEKI YANG HALAL

Allahummakfini bihalalika ‘an haromika wa agnini bifadh lika ‘amman siwaak



Ya Allah, berilah aku kecukupan dengan rezeki yang halal,  sehingga aku tidak memerlukan yang haram,  dan berilah aku kekayaan dengan karuniamu, sehingga aku tidak memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu.” (HR. Ahmad)

Tiga Manfaat Utama Shalat Tahajud

>>> FADILAH AMAL
  
Jika dijalani dengan penuh ketekunan dan keikhlasan, shalat tahajud niscaya akan memberikan begitu banyak manfaat yangamat berlimpah bagi kita semua. Tiga manfaat di antaranya adalah;

Pertama, Membawa kita ke tempat terpuji dan mulia di sisi Allah.
Inilah janji dari Allah SWT yang akan mengangkat umat-Nya ke tempat yang terpuji, bagi mereka yang melakukan shalat tahajud dengan tekun dan ikhlas mengharap ridha Sang Ilahi (QS : Al Isro’ 79).

Mendapatkan tempat yang terpuji, tempat yang spesial di sisi Allah SWT adalah sebuah impian yang layak didekap dengan penuh erat oleh berjuta-juta insan yang beriman. Terbentang pula jalan kebahagiaan yang paling hakiki, jalan lurus menuju surga yang abadi dan sekaligus bernaung mulia disisi Sang Maha Pencipta Alam Semesta. Tidakkah jalan ini yang semestinya harus kita rengkuh dalam seluruh sejarah hidup kita ini?
                                                                              
Kedua, Ritual shalat yang mujarab untuk mengantarkan doa dan harapan.
Shalat tahajud merupakan salah satu ibadah sunnah yang utama, dan merupakan media yang mustajab untuk menghantarkan doa-doa kita kepada Yang Maha Memberi. Harapan dan doa-doa tentang kehidupan yang barokah, tentang impian membangun keluarga yang sakinah, dan permohonan akan hadirnya hidayah yang semoga terus mengalir; bisa kita hantarkan dalam ritual shalat tahajud.
 “Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun (ke langit dunia) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman: “Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketiga, Merajut Kedekatan dengan Sang Ilahi.
Melakukan shalat tahajud dengan tekun dan konsisten juga akan membuat kita makin dekat dengan Sang Ilahi. Kedekatan ini niscaya akan membuat hati dan batin kita kian tenang dalam menghadapi kehidupan yang penuh dinamika ini.


Ketenangan hati dan ketenteraman pikiran yang hakiki pada gilirannya akan memberikan bahan dasar yang penting untuk merajut kebahagiaan hidup yang sejati. Insan yang bertekun menjalani shalat tajajuh niscaya akan mengalami aura ketentraman hati dan sensasi kebahagiaan yang menghujam dalam jiwanya. Kebahagiaan lantaran ia bisa merasakan kedekatan dan membangun interaksi yang intens dengan Sang Pemberi Hidup. (*)

Mengapa Harus Aku yang Diuji? Mengapa Bukan Mereka?

>>> Memahami Cinta Allah yang Datang Melalui Ujian


--- “ Dan kami pasti akan menguji  kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah – buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang – orang yang sabar. “  (Q.S Al baqarah : 155 ) ---

Manusia selalu berharap rencana akan berjalan dengan baik, tanpa sedikitpun menyisakan kekecewaaan. Namun pada kenyataanya, banyak rencana dan hasilnya tidak sama. Kecewa kah? Boleh jadi sebagian dari kita akan kecewa, tapi tidak dengan orang yang pandai mengambil hikmat dari setiap peristiwa yang Allah SWT hadirkan ke hadapan kita dalam kehidupan sehari-hari.

Manusia yang demikian akan beryukur karena maha suci Allah yang menciptakan persoalan – persoalan, yang dengan persoalan itu mereka jadi tambah ilmu, tambah pengalaman, tambah wawasan dan tambah iman.        

Ketika hidup tak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, pedih dan getirpun menjadi rasa yang tertuai. Dalam situasi seperti itu, terkadang yang terucap dari mulut kita adalah “ Ya allah kenapa harus aku yang di uji?” Mengapa bukan orang lain saja. Lalu seolah – olah menyalahkan dan bersu’udzon kepada allah. Seolah Allah tidak berpihak, sudah tahajjud, shaum senin kamis, shaum daud, kok Allah tidak berpihak juga ya, pernah tidak seperti itu? Nah jadi kita ini bukan saja harus menyadari, namun juga harus bertanya pada diri sendiri, hidup ini untuk apa? Jawaban yang tepat untuk ibadah bukan? Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyaat:56 yang artinya "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah (ibadah) kepada-Ku".  

Kalau begitu tidak ada alasan untuk bersedih, apalagi setelah kita merenungi hadits Rasulullah SAW yang kutipannya seperti ini, bahwa Allah sedang memilih kepada siapa cinta-Nya akan diberikan, kemudian Allah akan menguji hambanya dengan memberi cinta-Nya apabila hambanya dapat sabar dalam cobaannya itu Allah akan memilihnya untuk memberikan cinta-Nya dan apabila dia ikhlas, maka Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dan ridho Allah ada beserta hambanya yang ridho dan ikhlas.

Jadi kalau lagi susah hati itu bukan berarti Allah tidak berpihak, kenapa? karena  Allah  sedang menguji kita dalam keadaan tidak berkenan, tidak enak, tidak menyenangkan, cinta kita kepada Allah harus tetap tinggi. Adanya kesedihan yang muncul, adanya fikiran kondisi tersebut karena Allah tidak berpihak, jangan sampai membuat kita larut didalamnya, kenapa? karena kalau dalam keadaan begitu Allah memanggil kita kemudian wafat, kita bagaimana?

Idealnya kita hidup di dunia ini ingin merasakan kebahagiaan dan ketenangan. Tapi ternyata justru yang namanya hidup, pasti penuh dengan ujian, sebuah keniscayaan yang telah jadi sunatullohNya. Karena hidup adalah tempatnya ujian atau masalah. Sebagaimana firmannya : 
“ Dan kami pasti akan menguji  kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah – buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang – orang yang sabar “    (Q.S Al baqarah : 155 )
“ Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk kami menguji mereka siapakah diantaranya yang terbaik perbuatannya” ( Q.S al Kahfi  : 7 )

Karena hidup tidak selamanya merasakan kebahagiaan saja, pun tidak hanya merasakan kesedihan saja, setiap manusia pasti memiliki episodenya masing-masing. Yang menjadi masalah sebenarnya bukan pada masalahnya, namun masalah yang utama adalah sikap kita terhadap suatu masalah. Dengan masalah yang sama ada yang bersyukur, dan yang lain ada sebaliknya. Rasulullah bersabda :“Sesungguhnya urusan orang beriman itu selalu baik, apabila di timpa kebaikan ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Dan apabila ia di timpa kesusahan ia bersabar dan sabar itu baik baginya.”
           
Jadi ketika persoalan hidup datang menghampiri kita, apa yang harus kita lakukan? Yang pertama adalah Hati siap menghadapi yang cocok dengan keinginan dan siap menghadapi yang tidak cocok dengan keinginan. “ Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui “ ( Q.S Al Baqarah : 216 )

Kita mesti mengerti bahwa jelek menurut kita belum tentu jelek juga menurut allah, ilmu allah sangat luas sedangkan ilmu kita sangatlah terbatas, siapa tahu yang menurut kita itu jelek, ternyata itu adalah jalan kebaikan bagi kita. Seperti minum jamu, diawal ketika kita meminumnya, kita akan merasakan pahitnya jamu, tapi coba kita rasakan setelah minum jamu, badan menjadi terasa lebih sehat, begitu juga dengan ujian yang datang menimpa kita, pahit memang, getir juga iya, tapi ketika kita bisa menyikapi ujian yang kita hadapi itu dengan berhusnudzan pada allah, maka tidak hanya hati kita yang menjadi tenang, tapi akhlak menjadi cemerlang dan allah pun pasti akan sayang. Kita boleh saja menangis, tapi ini bukanlah akhir dari segalanya. Bukan kah selama ini kita meminta pada allah untuk di tunjukkan jalan yang terbaik? Dan mungkin iniah caranya allah untuk menunjukkan kepada kita mana jalan yang terbaik bagi kita.

Langkah yang kedua adalah kalau sudah terjadi harus Ridho. Karena tidak ridho pun tetap terjadi. Orang itu menderita bukan karena kenyataannya, tapi karena tidak bisa menerima kenyataan. Dan orang yang enak itu adalah orang   yang bisa menghadapi kenyataan. Karena ridho itu sendiri adalah menerima kenyataan sambil memperbaiki keadaan. Terkadang kita sering mengeluh pada allah, “ Ya allah, kenapa ujianku seberat ini?” ingat“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya itu” (Q.S Al Baqarah : 286) 

Allah maha tahu kadar kesanggupan kita dalam menghadapi ujiannya itu. Dan kita pasti mampu untuk menghadapinya.
           
Langkah yang ketiga, ketika kita diuji adalah jangan mempersulit diriYassiru walaa tuassiru ya allah mudahkanlah jangan di persulit. Lantas apakah kita harus frustasi dan berputus asa?
“ Dan janganlah kamu merasa lemah dan jangan pula kamu bersedih hati, sebab kamu paling tinggi derajatnya, jika kamu orang yang beriman” ( Q.S Ali Imran : 139 )
“ Janganlah kamu berputus asa dari rahmat allah, sesungguhnya allah mengampui dosa – dosa semuanya. Sungguh dia lah yang maha pengampun dan maha penyayang”( Q.S Az Zumar :53 )
“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat allah sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat allah kecuali orang kafir “ ( Q.S Yusuf : 87 )

Selanjutnya yang ke empat adalah evaluasi diri. Tafakuri diri, kenapa ini terjadi, Karena tidak ada suatu kejadian tanpa seizin allah dan tidak ada sesuatu yang kebetulan melainkan atas kehendaknya. Tayakan dengan jujur pada diri sendiri apa salah saya? Apa perbaikan yang harus saya lakukan. dan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik. Kita harus siap ketika ujian dan cobaan akan terus menerus datang menghampiri. Ia tidak akan hilang hingga segala karat – karat dosa kita terkikis olehnya.

Lalu kapan ujian ini akan segera berakhir? Ingat rumus puasa, kita menahan lapar dan haus karena yakin sebentar lagi akan tiba saatnya untuk berbuka. hujan pasti berakhir, badai pasti berlalu dan malam akan berganti siang. semakin beratnya ujian justru semakin dekat dengan jalan keluar.
“maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” ( Q.S Al Insyirah : 5-6 ) Setiap satu kesulitan diapit oleh dua kemudahan. Dan rumus dalam menyikapinya adalah HHN ( Hadapi Hayati dan Nikmati ) tidak akan kemana – mana pasti akan ada ujungnya.


Lalu pada siapa aku harus berharap? Dan inilah langkah yang kelima Bersandar hanya pada allah.”Cukuplah allah bagiku, tidak ada tuhan selain Dia dan hanya kepadaNya aku bertawakal.” (Q.S At Taubah : 129). Semoga Allah menggolongkan kita menjadi hamba-hambanya yang penuh semangat dan gairah hidup untuk menyempurnakan ikhtiar di jalan yang diridhai-Nya, sehingga hidup singkat di dunia benar-benar penuh kesan dan arti. (Diolah dari berbagai sumber)