Sabtu, 06 Desember 2014

Safar Bulan Penuh Bencana? Itu Tidak Benar

* Allah Maha Pelindung

Segala puji hanya milik Allah SWT. Ucapan syukur itu pantas kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena kita diberi kesempatan hidup hingga bulan ini, bulan Shafar atau dalam lidah orang Sunda disebut Safar.

Bulan kedua di tahun Hijriah ini disambut gembira oleh banyak orang, terutama para petani yang sudah sekian lama lahannya menganggur karena kekeringan. Di bulan ini, Allah melimpahkan hujan. Selain itu, mereka menyambut gembira karena ada harapan hari-hari kedepan akan lebih baik dengan amalan ibadah yang lebih meningkat.

Namun, sebagian orang lainnya menganggap bulan Safar sebagi bulan yang merisaukan dan bencana. Oleh karenanya, mereka melakukan banyak ritual untuk meruat agar bencana tidak terjadi. Karena takut tetimpa kesialan, banyak keluarga di lingkungan kita yang masih mempercayai bahwa melangsungkan akan nikah dan pesta pernikahan di bulan Safar tidak akan langgeng dan kelak kerap diterpa percekcokan. Kepercayaan lain, sebagian masyarakat meyakini pernikahan di bulan Safar akan sulit mendapatkan keturuanan (zuriat).

Padahal banyak calon suami dan istri yang sudah siap menikah. Karena kepercayaan tersebut, si gadis dan si bujang pun harus menunda pernikahan. Padahal ikatan pernikahan adalah jalan terbaik bagi keduanya untuk terhindar dari maksiat dan perbuatan lain yang melanggar norma agama dan susila. Maka, para orangtua akan berdosa jika kemudian hari anak-anak mereka bebuat "nakal," melakukan hubungan suami istri tanpa ikatan penikahan. Naudzubillahimindalik. Semoga kita terhindar dar hal demikian.

Berbeda dengan bulan Raya Agung atau hari raya Idul Adha yang ramai dengan acara hajatan terutama di akhir pekan, di bulan Safar janur kuning tidak lagi terlihat menghiasi gang dan gedung-gedung serbaguna.

Pandangan bahwa bulan Safar adalah bulan kawin anjing juga masih dipegang erat oleh sebagian orang. Di beberapa daerah, terutama daerah yang dekat dengan hutan dan masih terdapat anjing liar, pada bulan ini sering terdengar gonggongan dan lolongan anjing. Anjing-anjing tersebut sedang naik birahi dan melakukan perkawinan. Oleh karena itu orang tidak mau  menikah di bulan ini, karena mereka tidak mau disamakan dengan binatang yang dianggap najis itu. Janur kuning baru telihat di gang-gang ketika memasuki bulan Rabi'ul Awwal.

Selain keyakinan tidak baik melangsungkan pernikahan di bulan Safar, sebagian masyarakat kita juga meyakini bahwa Safar adalah bulan bencana.

Keyakinan ini sudah terpatri kuat dalam benak masyarakat. Di bulan ini diyakini turun 70.000 penyakit untuk satu tahun ke depan. Berbagai musibah dan bencana juga banyak muncul di bulan ini. Lihat saja berbagai bencana yang saat ini terus melanda beberapa daerah Indonesia, menurut beberapa kalangan tradisional itu merupakan pertanda akan mitos tersebut. Mitos bulan bencana ini juga diperkuat dengan cerita sejarah kehancuran masyarakat zaman dahulu. Sejak zaman dahulu bencana senantiasa diturunkan di bulan Safar. Allah telah menghukum kaum yang tidak beriman seperti kaum `Aad dan Tsamud pada bulan ini.

Masyarakat  pun meyakini bala bencana akan menjauh dan terbebas darinya, apabila menjalani ritual tolak bala dan bersedekah. Ritual tolak bala dilangsungkan dengan cara memanjatkan do'a dan mandi di pantai, sungai atau tempat-tempat keramat tertentu untuk membuang sial. Di masyarakat Cirebon ritual mandi Safar dikenal dengan ngirab.

Sebagian masyarakat juga meyakini bahwa puncak dari semua masa turunnya bencana terjadi pada hari Rebo wekasan  yaitu hari Rabu terakhir di bulan Safar. Oleh karenanya untuk melindungi diri dan keluarga dari berbagai bala tersebut, masyarakat  melakukan sedekah dan ritual tolak bala. Dengan bersedekah kepada fakir miskin, mereka meyakini bala bencana akan menjauh dan mereka terbebas darinya. Sedangkan ritual tolak bala dilangsungkan dengan cara memanjatkan doa dan mandi di pantai, sungai atau tempat-tempat keramat tertentu untuk membuang sial. Sekalipun ritual mandi ini sudah terkikis zaman dan semakin jarang dilakukan masyarakat, tapi ritual memanjatkan doa penolak bala di malam Rebo wekasan masih tetap dijaga dan diamalkan.
*

Lalu bagaimana pandangan tentang bulan Safar menurut Islam? Bulan Safar adalah salah satu bulan Islam, yang berasal dari kata Shafar. Artinya "kosong." Bangsa Arab pra-Islam sendiri mempunyai tradisi bulan Safar sebagai bulan peperangan. Masyarakat Arab pada bulan ini tidak banyak beraktivitas dan berdagang karena terganggu peperangan yang berkecamuk antar kabilah. Dari peristiwa itu muncul beragam mitos negatif di seputar bulan Safar.

Menurut Islam, dalam beribadah dan menyikapi apa pun, umat Islam diwajibkan mengikuti Al-Quran dan Sunnah Rasul. Amal ibadah yang tidak diperintahkan dan dicontohkan Rasul tidak akan diterima oleh Allah SWT alias mardud (tertolak). Seperti dalam sebuah hadits dikatakan :
"Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim).

Amalan yang tertolak itu termasuk khurafat (tahayul, mitos, dongeng, cerita rekaan). Khurafat adalah salah satu bentuk penyelewengan dalam akidah Islam. Salah satunya, khurafat berkenaan dengan bulan Safar. Pada zaman jahiliyah, ada kepercayaan bahwa bulan Safar adalah bulan sial. Kepercayaan atau mitos/tahayul tersebut langsung dibantah oleh Rasulullah Saw.

Salah satu amalan khurafat yang muncul ialah "Pesta Mandi Safar". Jika tiba bulan Safar, umat Islam mengadakan upacara mandi beramai-ramai dengan keyakinan hal itu bisa menghapuskan dosa dan menolak bala. Biasanya, amalan mandi Safar ini dilakukan pada hari Rabu minggu terakhir dalam bulan Safar yang diyakini merupakan hari penuh bencana.

Amalan mandi Safar untuk tolak bala dan menghapus dosa itu merupakan kepercayaan penganut Hindu melalui ritual "Sangam" yang mengadakan upacara penghapusan dosa melalui pesta mandi di sungai. Umat Islam harus menghormati keyakinan mereka, tapi tidak boleh menirunya.
Pada masa jahiliyah, orang Arab beranggapan bahwa bulan Shafar merupakan bulan yang tidak baik. Bulan yang banyak bencana dan musibah, sehingga orang Arab pada masa itu menunda segala aktivitas pada bulan Shafar karena takut tertimpa bencana. Begitu juga dalam tradisi kejawen, banyak hitungan-hitungan yang digunakan untuk menentukan hari baik dan hari tidak baik, hari keberuntungan dan hari kesialan.

Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Rosulullah SAW meluruskan dan menjelaskan tentang hal-hal yang merupakan penyimpangan akidah itu.

"Tidak ada penularan penyakit, tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk, tidak boleh berprasangka buruk, dan tidak ada keburukan dalam bulan Shafar."

Hadits ini telah disepakati keshahihannya. Menganggap sial bulan Shafar termasuk kebiasaan jahiliyyah. Perbuatan itu tidak boleh. Bulan (Shafar) tersebut seperti kondisi bulan-bulan lainnya. 
Padanya ada kebaikan, ada juga kejelekan. Kebaikan yang ada datangnya dari Allah, sedangkan kejelekan yang ada terjadi dengan taqdir-Nya.

Safar adalah nama bulan kedua dalam kalender Islam atau kalender Hijriyah yang berdasarkan tahun Qomariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Safar berada diurutan kedua sesudah bulan Muharram. Asal kata Safar dari Shafar. Yang menurut bahasa (linguistik) berarti kosong, ada pula yang mengartikannya kuning. Sebab dinamakan Safar, karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu sering meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka sehingga kosong untuk berperang menuntut pembalasan atas musuh-musuh mereka.

Ada pula yang menyatakan, nama Safar diambil nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit Safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Kita kenal penyakit itu sekarang dengan nama penyakit Kusta. Ada pula yang menyatakan, Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkenanya menjadi sakit.

Di dalam bulan ini, ada juga kalangan umat Islam mengambil kesempatan melakukan perkara-perkara ibadah khurafat yang bertentangan dengan syariat Islam. Ini terjadi karena menurut kepercayaan turun-temurun sesetengah orang Islam yang jahil, bulan Safar ini merupakan bulan turunnya bala bencana dan mala petaka, khususnya pada hari Rabu Wekasan yaitu hari rabu minggu terakhir dibulan Safar. Sehingga ada Beberapa kepercayaan masyarakat tentang adanya mitos pada bulan safar ini.

Hal yang signifikan merekonstruksi kepercayaan dan keyakinan (pemahaman) masyarakat terhadap bulan Safar, agar tidak menjadi sebuah mitos dan trauma yang menakutkan. Karena, dalam catatan sejarah Islam sendiri banyak peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dibulan Safar, antara lain: 1) Berlangsungnya perkawinan Nabi Muhammad Saw dengan Khadijah binti Khuwalid, 2) Peperangan pertama yang diikuti Rasulullah Saw, yakni perang `Wudan' atau `Abwa' untuk menentang kekufuran, 3) Peperangan Zi-Amin dan Bi'ru Ma'unah yang terjadi pada tahun ke-3 dan ke-4 Hijriyah, dibawah pimpinan Al-Munzir bin `Amr As Sa'idiy, 4) Perang Khaibar terhadap orang-orang Yahudi, terjadi pada tahun ke-7 Hijriyah, 5) Peperangan Maraj Rahit pada tahun ke-13 Hijriyah di pinggiran kota Damaskus (Syiria) di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid, 6) Pelantikan `Abd. Rahman Al Ghafiqiy sebagai Gubernur Andalusia (Spanyol) pada thun 113 H, 7) Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (ulama besar Kalimantan) dilahirkan pada tanggal 15 Safar 1122 H, dan lain-lain. Dengan demikian bulan Safar tidak selalu identik dengan bulan kejelekan atau bulan kesialan.

Al-Quran dengan tegas menyatakan: "Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal." (QS. At-Taubah 51).

Pada ayat yang lain: "Jika kamu ditimpa musibah, maka katakanlah "Innaalillahi wa Inaailaihi Raaji'uun". Inilah sepatutnya yang menjadi pegangan umat Islam dalam memaknai bulan Safar dan hal-hal yang terjadi di dalamnya dengan memperbanyak amal ibadah, dzikir, doa, sedekah, guna lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah Saw sendiri menamai bulan Safar sebagai bulan sunnah atau Safar Al-Khair. (Diolah dari berbagai sumber) 
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar