Jumat, 19 Desember 2014

Ibu Telah Memberi Banyak Kebaikan, Tapi Kita Melupakannya

Mengenang Jasa Ibu (Hari Ibu, 22 Desember 2014)

---- “ Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan... “ (QS Al-Ahqaf ayat 15) ----

Jamaah Masjid As Shidiq yang dimuliakan Allah SWT, kapankan terakhir kita menemui ibu yang telah melahirkan kita? Atau kapankan kita terakhir mendengarkan keluhannya, meskipun itu hanya melalui sambungan telepon?

Sebulan yang lalu kah? Atau setahun yang lalu kah? Jika jawabannya, iya, padahal ibumu masih hidup, maka sungguh kita termasuk anak-anak yang mejauhi dari keberkahan hidup di dunia dan manisnya syurga, kelak ketika dunia dan isinya mengalami kehancuran.
Kehidupan dunia dengan beragam kenikmatan yang fana telah banyak melalaikan anak-anak yang semula ketika dilahirkan oleh seorang ibu, sangat diharapkan kelak bisa berbakti dan menjadi tempat bersandar para orang tua. Anak-anak bekerja dari pagi hingga petang, pulang ke rumah menemui keluarganya, lalu menghabiskan malam dengan tidur. Bangun pagi, lalu disibukkan kembali dengan pekerjaan. Rutinitas menjadikan dirinya menjadi sebuah mesin untuk menghasilkan lembaran demi lembaran rupiah. Sosok manusia yang peduli dengan sesama seolah telah mati.

Bagaimana kabar sang ibu dan ayah di  kampung halaman, tempat sang anak dilahirkan? Anak-anak tak mempedulikannya. Seolah bayangan ibu telah hilang sejak anak-anak meninggalkan rumah untuk mencari nafkah di tempat lain.

Bahkan ketika sang ibu menelepon karena rasa kangen yang membuncah, sang anak tak menjawabnya. Ia baru menyadari hanphone-nya yang  berharga jutaan rupiah itu menunjukkan tanda ada yang menelepon, ketika hari mulai beranjak gelap. Ia pun melewatkan begitu saja tanpa menelpon balik untuk menanyakan kabar sang Ibu.

Ketika deringan telepon itu berbunyi, bagian dari keluarga di kampung mengabarkan ibu sangat menginginkan perjumpaan dengan anak-anak, sang anak tak segera pulang. Kesibukan pekerjaan menjadi alasan utama yang menghalangi sampainya obat rindu sang Ibu.
Tahukan wahai sang anak, bahwa ibumu telah mengandungmu selama sembilan bulan? Tahukan kamu, ibumu telah melahirkanmu dengan susah payah? Dan ingatkah kamu, ibumu telah menyusuimu hingga engkau mendapatkan semua kebutuhkan untuk perkembangan tubuhmu yang kuat dan kekar itu, gizi terbaik yang ada dalam tetesan susu ibunmu. Ingatkah kamu, ketika itu engkau memangis tengah malam karena merasa lapar? Dan ibumu pun menahan rasa kantuk untuk menolongmu.

Jika engaku lupa, ingatkah ketika istrimu mengandung anakmu? Betapa ia sangat kepayahan ketika janin mulai tumbuh di kandungannya. Ia merasakan mual, sakit, dan pucat yang sangat. Itu semua ia tahan dan tetap secara iklas menerima semua ujian itu demi anak-anak yang dikandungnya. Lalu, ketika bayi dalam kandungan mulai membesar, ia menggendongnya ke mana pun sang ibu pergi tanpa rasa malu sedikit pun, bahwa perutnya telah membesar. Ia pun tak mengeluh meskipun sesungguhnya ia amat merasa berat dengan langkahnya. Sekarang apakah kita sudah mengingatnya, betapa jasa ibu sungguh sangat besar?

Belum? Sungguh kita termasuk akan yang durhaka dan mengingkari anugrah besar dari sang pencipta yang menghadirkan kita ke dunia.

Ingatlah wahai anak-anak manusia, ibu telah memberimu semua kebaikan dan apabila engkau sakit atau mengeluh, tampak darinya kesusahkan yang luar biasa, panjang sekali kesedihannya, dan dia keluarkan hartanya untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suara yang paling keras. Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan ahlak yang tidak baik.

Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tak berharga di sisimu. Padahal, engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau pusa minum dalam keadaan dia kehausan. Dan engkau dahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu, ketimbang ibumu. Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah ibumu lakukan.

Kelak, engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu. Dan Allah akan membalas di akherat dengan dijauhan dari Allah Rabbul’alamin.
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hambanya.” (QS Al Hajj: 10).

Marilah kita hentikan semua kesombongan diri dan merasa semua yang kita raih adalah hasil kerja keras diri kita sendiri, dan melupakan jasa besar orangtua, teutama ibu. Mari kita bersyukur ke hadirat Allah SWT, atas curahan rahmat yang tidak pernah berhenti, semenjak berada di rahim ibu, lalu ibu melahirkan kita ke alam dunia yang fana ini.

Manusia dilahirkan ke alam dunia yang fana ini dengan dianugerahi berbagai keistimewaan. Keistimewaan manusia yang paling utama terletak pada sejauh mana ia dapat memberi manfaat terhadap orang lain. Nabi SAW bersabda :

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Ibu adalah sosok  manusia yang paling bermanfaat untuk orang lain. Jasa ibu yang paling menonjol dipaparkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

“ Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun..” QS Lukman ayat 14.

Menurut ayat di atas, ada dua macam jasa ibu yang paling dominan. Pertama, mengandung. Wanita yang sedang mengandung terkekang kebebasannya; yang memiliki hibi olah raga berhenti, apalagi pada saat ngidam, serba tidak enak, makan tidak enak, tidur tidak nyaman, sudah hamil besar keelokan tubuhnya hilang, pantas kalau Allah SWT menggambarkan dengan sangat susah payah.

Kedua, Menyusui sampai menyapihkan. Menyusui merupakan pekerjaan yang luar biasa beratnya, terutama malam hari pada saat tidur nyenyak. Tanpa ada keluhan dari ibu, kapanpun dan dalam keadaan apapun, sang ibu akan melayani tuntutan anaknya untuk menyusu. Tanpa menghitung waktu, dijalaninya tuntutan itu dengan kerelaan hati.
Pada ayat lain, kepayahan ibu itu lebih di rinci lagi, yaitu sebagai berikut :

“ Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan... “ QS Al-Ahqaf ayat 15

Perjuangan kaum ibu berjuang antara hidup dan mati dalam melahirkan. Kaum ibu merelakan segalanya untuk keselamatan kelahiran anaknya, baik harta, tenaga maupun nyawa. Selain yang disebut diatas, dekapan dan kasih sayang ibu merupakan pendidikan utama yang mewarnai kepribadian anak. Nabi Muhammad SAW bersabda :

“ Tidak ada satu bayipun kecuali dilahirkan dalam fitrah, maka ibu-bapaknyalah yang meyahudikannya, menasranikannya dan memajusikannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Betapa besar dan banyaknya jasa orangtua kepada manusia, khususnya ibu. Karena itu Allah mewajibkan kepada segenap manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, terutama ibu. Bentuk-bentuk perbuatan baik terhadap ibu bapak dijelaskan dam Al-Qur’an Surat Al Isra’ ayat 23-24

“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".”

Sehubungan dengan jasa ibu yang luar biasa, Rasulullah SAW telah melebihkannya daripada ayah dalam perbuatan baik anak-anaknya dalam sabdanya :

Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya siapakah yang lebih pantas mendapat persahabatan yang baik daripadaku? Nabi menjawab : “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya kemudian siapa lagi? “ Nabi menjawab : “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya: “ kemudian siapa lagi?”. Nabi menjawab : “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya: “kemudian siapa lagi?” Nabi menjawab: “Bapakmu” (HR Bukhari dan Muslim).

Menurut hadits di atas, perbandingan ibu dengan ayah dalam perbuatan baik anak-anaknya adalah 3 berbanding 1. Hal ini menunjukkan keistimewaan kaum ibu yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Bahkan dalam hadits lain, mengurus ibu lebih diutamakan daripada mengikuti perang di jalan Allah.

“ Minta izin kepada Nabi seorang laki-laki untuk ikut berperang. Nabi bertanya masih mempunyai ibukah kamu? Laki-laki itu menjawab, masih. Lalu Nabi bersabda : Jagalah Ibumu, karena surga itu ada di bawah kakinya.” (HR. Ibnu Majah)

Semoga kita termasuk anak-anak yang shaleh dan berbakti kepada orangtua, ibu dan bapak. Dan kita mendapat bimbingan Allah SWT untuk senantia berada di jalan kebenaran. Amin. (*)

Sabtu, 06 Desember 2014

DOA HARIAN: Doa Mohon Ketetapan Iman


“Allahumma yaa muqallibal quluubi sabbit qalbii ‘ala diinika”
 “Ya Allah, wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. (H.R. Tirmizi)”
Robbana laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaitana wa hablanaa milladunka, innaka antal wahab. - (QS.3:8)
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-MU, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. (QS.3:8)

Jalan Mendapatkan Rezeki adalah Bekerja

# Fadilan Amal
Pada suatu hari, sahabat Abu Sa`id al-Khudzri tidak memiliki apa pun untuk sarapan pagi. Istrinya meminta al-Khudzri agar datang kepada Rasulullah SAW. Sudah umum diketahui, siapa pun datang dan meminta sesuatu kepada Rasul, beliau pasti memberikannya. Namun, al-Khudzri menolaknya,  sampai suatu ketika ia begitu terpaksa, lalu datang ke rumah Nabi. Sesampainya di kediaman Nabi, beliau sedang memberi wejangan (khutbah). "Siapa merasa cukup, Allah mencukupkannya. Siapa memelihara diri (dari minta-minta), Allah pun memeliharanya." Mendengar nasihat Nabi itu, al-Khudzri mengurungkan niatnya dan kembali pulang ke rumahnya. (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Beberapa pelajaran berharga bisa dipetik dari kisah ini. Pertama, al-Khudzri, seperti para sahabat umumnya, memiliki tingkat kepatuhan yang sangat tinggi terhadap seruan Nabi. Mereka tak pernah menawar, tetapi  selalu taat dan patuh (sami`na wa atha`na). "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan, apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah." (QS al-Hasyr [59]: 7).

Kedua, al-Khudzri berusaha menjaga dan memelihara diri dari sikap minta-minta, lantaran hal demikian termasuk perbuatan yang tercela. Seperti diceritakan dalam Alquran, meski mendapat kesulitan, para sahabat pantang meminta-minta (mengemis). (QS al-Baqarah [2]: 273).

Ketiga, jalan untuk mendapatkan rezeki adalah bekerja dan berusaha, bukan minta-minta. Sejak mendengar nasihat Nabi SAW, al-Khudzri tak pernah lagi berpikir minta-minta, tetapi bekerja dan berusaha. Seperti diakui al-Khudzri dalam kisah ini, bahwa dengan usaha dan kerja keras, ia dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya, bahkan ia tergolong orang yang paling kaya di kalangaan sahabat Anshar.

Kerja menjadi penting karena ia merupakan indikator keberadaan manusia. Tanpa kerja, manusia sama dengan tidak ada (wujuduhu ka `adamihi). Kerja juga penting, karena ia menjadi satu-satunya jalan agar manusia bisa mengaktualisasikan bakat-bakat dan kemampuan yang dimilikinya.
Seterusnya, kerja penting karena hanya dengan bekerja manusia dapat membebaskan diri dari ketergantungan secara ekonomi dengan pihak-pihak lain. Lebih lanjut, kerja menjadi lebih penting lagi, karena dengan bekerja manusia bisa memperbanyak investasi kebaikan untuk kebahagiaannya sendiri di dunia dan akhirat. (QS al-Kahfi [18]: 110).

Belajar dari pengalaman al-Khudzri ini, kita sesungguhnya tak boleh membantu orang-orang miskin hanya dengan membagi-bagikan uang semata. Cara ini selain tidak mendidik, juga tidak produktif, karena menciptakan ketergantungan abadi. Yang terbaik adalah membantu mereka agar mereka bisa membantu diri sendiri, dengan filosofi Help people for the help himself. Caranya, mereka dibantu agar mengenali potensi-potensi mereka dan mengaktualisakannya sebaik mungkin, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka secara mandiri, baik material maupun spiritual. Inilah sesunggunya etos dan pesan moral yang disampaikan Nabi SAW kepada al-Khudzri, yaitu  kerja dan bukan minta-mita. Wallahu alam. (Republika)

Safar Bulan Penuh Bencana? Itu Tidak Benar

* Allah Maha Pelindung

Segala puji hanya milik Allah SWT. Ucapan syukur itu pantas kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena kita diberi kesempatan hidup hingga bulan ini, bulan Shafar atau dalam lidah orang Sunda disebut Safar.

Bulan kedua di tahun Hijriah ini disambut gembira oleh banyak orang, terutama para petani yang sudah sekian lama lahannya menganggur karena kekeringan. Di bulan ini, Allah melimpahkan hujan. Selain itu, mereka menyambut gembira karena ada harapan hari-hari kedepan akan lebih baik dengan amalan ibadah yang lebih meningkat.

Namun, sebagian orang lainnya menganggap bulan Safar sebagi bulan yang merisaukan dan bencana. Oleh karenanya, mereka melakukan banyak ritual untuk meruat agar bencana tidak terjadi. Karena takut tetimpa kesialan, banyak keluarga di lingkungan kita yang masih mempercayai bahwa melangsungkan akan nikah dan pesta pernikahan di bulan Safar tidak akan langgeng dan kelak kerap diterpa percekcokan. Kepercayaan lain, sebagian masyarakat meyakini pernikahan di bulan Safar akan sulit mendapatkan keturuanan (zuriat).

Padahal banyak calon suami dan istri yang sudah siap menikah. Karena kepercayaan tersebut, si gadis dan si bujang pun harus menunda pernikahan. Padahal ikatan pernikahan adalah jalan terbaik bagi keduanya untuk terhindar dari maksiat dan perbuatan lain yang melanggar norma agama dan susila. Maka, para orangtua akan berdosa jika kemudian hari anak-anak mereka bebuat "nakal," melakukan hubungan suami istri tanpa ikatan penikahan. Naudzubillahimindalik. Semoga kita terhindar dar hal demikian.

Berbeda dengan bulan Raya Agung atau hari raya Idul Adha yang ramai dengan acara hajatan terutama di akhir pekan, di bulan Safar janur kuning tidak lagi terlihat menghiasi gang dan gedung-gedung serbaguna.

Pandangan bahwa bulan Safar adalah bulan kawin anjing juga masih dipegang erat oleh sebagian orang. Di beberapa daerah, terutama daerah yang dekat dengan hutan dan masih terdapat anjing liar, pada bulan ini sering terdengar gonggongan dan lolongan anjing. Anjing-anjing tersebut sedang naik birahi dan melakukan perkawinan. Oleh karena itu orang tidak mau  menikah di bulan ini, karena mereka tidak mau disamakan dengan binatang yang dianggap najis itu. Janur kuning baru telihat di gang-gang ketika memasuki bulan Rabi'ul Awwal.

Selain keyakinan tidak baik melangsungkan pernikahan di bulan Safar, sebagian masyarakat kita juga meyakini bahwa Safar adalah bulan bencana.

Keyakinan ini sudah terpatri kuat dalam benak masyarakat. Di bulan ini diyakini turun 70.000 penyakit untuk satu tahun ke depan. Berbagai musibah dan bencana juga banyak muncul di bulan ini. Lihat saja berbagai bencana yang saat ini terus melanda beberapa daerah Indonesia, menurut beberapa kalangan tradisional itu merupakan pertanda akan mitos tersebut. Mitos bulan bencana ini juga diperkuat dengan cerita sejarah kehancuran masyarakat zaman dahulu. Sejak zaman dahulu bencana senantiasa diturunkan di bulan Safar. Allah telah menghukum kaum yang tidak beriman seperti kaum `Aad dan Tsamud pada bulan ini.

Masyarakat  pun meyakini bala bencana akan menjauh dan terbebas darinya, apabila menjalani ritual tolak bala dan bersedekah. Ritual tolak bala dilangsungkan dengan cara memanjatkan do'a dan mandi di pantai, sungai atau tempat-tempat keramat tertentu untuk membuang sial. Di masyarakat Cirebon ritual mandi Safar dikenal dengan ngirab.

Sebagian masyarakat juga meyakini bahwa puncak dari semua masa turunnya bencana terjadi pada hari Rebo wekasan  yaitu hari Rabu terakhir di bulan Safar. Oleh karenanya untuk melindungi diri dan keluarga dari berbagai bala tersebut, masyarakat  melakukan sedekah dan ritual tolak bala. Dengan bersedekah kepada fakir miskin, mereka meyakini bala bencana akan menjauh dan mereka terbebas darinya. Sedangkan ritual tolak bala dilangsungkan dengan cara memanjatkan doa dan mandi di pantai, sungai atau tempat-tempat keramat tertentu untuk membuang sial. Sekalipun ritual mandi ini sudah terkikis zaman dan semakin jarang dilakukan masyarakat, tapi ritual memanjatkan doa penolak bala di malam Rebo wekasan masih tetap dijaga dan diamalkan.
*

Lalu bagaimana pandangan tentang bulan Safar menurut Islam? Bulan Safar adalah salah satu bulan Islam, yang berasal dari kata Shafar. Artinya "kosong." Bangsa Arab pra-Islam sendiri mempunyai tradisi bulan Safar sebagai bulan peperangan. Masyarakat Arab pada bulan ini tidak banyak beraktivitas dan berdagang karena terganggu peperangan yang berkecamuk antar kabilah. Dari peristiwa itu muncul beragam mitos negatif di seputar bulan Safar.

Menurut Islam, dalam beribadah dan menyikapi apa pun, umat Islam diwajibkan mengikuti Al-Quran dan Sunnah Rasul. Amal ibadah yang tidak diperintahkan dan dicontohkan Rasul tidak akan diterima oleh Allah SWT alias mardud (tertolak). Seperti dalam sebuah hadits dikatakan :
"Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim).

Amalan yang tertolak itu termasuk khurafat (tahayul, mitos, dongeng, cerita rekaan). Khurafat adalah salah satu bentuk penyelewengan dalam akidah Islam. Salah satunya, khurafat berkenaan dengan bulan Safar. Pada zaman jahiliyah, ada kepercayaan bahwa bulan Safar adalah bulan sial. Kepercayaan atau mitos/tahayul tersebut langsung dibantah oleh Rasulullah Saw.

Salah satu amalan khurafat yang muncul ialah "Pesta Mandi Safar". Jika tiba bulan Safar, umat Islam mengadakan upacara mandi beramai-ramai dengan keyakinan hal itu bisa menghapuskan dosa dan menolak bala. Biasanya, amalan mandi Safar ini dilakukan pada hari Rabu minggu terakhir dalam bulan Safar yang diyakini merupakan hari penuh bencana.

Amalan mandi Safar untuk tolak bala dan menghapus dosa itu merupakan kepercayaan penganut Hindu melalui ritual "Sangam" yang mengadakan upacara penghapusan dosa melalui pesta mandi di sungai. Umat Islam harus menghormati keyakinan mereka, tapi tidak boleh menirunya.
Pada masa jahiliyah, orang Arab beranggapan bahwa bulan Shafar merupakan bulan yang tidak baik. Bulan yang banyak bencana dan musibah, sehingga orang Arab pada masa itu menunda segala aktivitas pada bulan Shafar karena takut tertimpa bencana. Begitu juga dalam tradisi kejawen, banyak hitungan-hitungan yang digunakan untuk menentukan hari baik dan hari tidak baik, hari keberuntungan dan hari kesialan.

Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Rosulullah SAW meluruskan dan menjelaskan tentang hal-hal yang merupakan penyimpangan akidah itu.

"Tidak ada penularan penyakit, tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk, tidak boleh berprasangka buruk, dan tidak ada keburukan dalam bulan Shafar."

Hadits ini telah disepakati keshahihannya. Menganggap sial bulan Shafar termasuk kebiasaan jahiliyyah. Perbuatan itu tidak boleh. Bulan (Shafar) tersebut seperti kondisi bulan-bulan lainnya. 
Padanya ada kebaikan, ada juga kejelekan. Kebaikan yang ada datangnya dari Allah, sedangkan kejelekan yang ada terjadi dengan taqdir-Nya.

Safar adalah nama bulan kedua dalam kalender Islam atau kalender Hijriyah yang berdasarkan tahun Qomariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Safar berada diurutan kedua sesudah bulan Muharram. Asal kata Safar dari Shafar. Yang menurut bahasa (linguistik) berarti kosong, ada pula yang mengartikannya kuning. Sebab dinamakan Safar, karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu sering meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka sehingga kosong untuk berperang menuntut pembalasan atas musuh-musuh mereka.

Ada pula yang menyatakan, nama Safar diambil nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit Safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Kita kenal penyakit itu sekarang dengan nama penyakit Kusta. Ada pula yang menyatakan, Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkenanya menjadi sakit.

Di dalam bulan ini, ada juga kalangan umat Islam mengambil kesempatan melakukan perkara-perkara ibadah khurafat yang bertentangan dengan syariat Islam. Ini terjadi karena menurut kepercayaan turun-temurun sesetengah orang Islam yang jahil, bulan Safar ini merupakan bulan turunnya bala bencana dan mala petaka, khususnya pada hari Rabu Wekasan yaitu hari rabu minggu terakhir dibulan Safar. Sehingga ada Beberapa kepercayaan masyarakat tentang adanya mitos pada bulan safar ini.

Hal yang signifikan merekonstruksi kepercayaan dan keyakinan (pemahaman) masyarakat terhadap bulan Safar, agar tidak menjadi sebuah mitos dan trauma yang menakutkan. Karena, dalam catatan sejarah Islam sendiri banyak peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dibulan Safar, antara lain: 1) Berlangsungnya perkawinan Nabi Muhammad Saw dengan Khadijah binti Khuwalid, 2) Peperangan pertama yang diikuti Rasulullah Saw, yakni perang `Wudan' atau `Abwa' untuk menentang kekufuran, 3) Peperangan Zi-Amin dan Bi'ru Ma'unah yang terjadi pada tahun ke-3 dan ke-4 Hijriyah, dibawah pimpinan Al-Munzir bin `Amr As Sa'idiy, 4) Perang Khaibar terhadap orang-orang Yahudi, terjadi pada tahun ke-7 Hijriyah, 5) Peperangan Maraj Rahit pada tahun ke-13 Hijriyah di pinggiran kota Damaskus (Syiria) di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid, 6) Pelantikan `Abd. Rahman Al Ghafiqiy sebagai Gubernur Andalusia (Spanyol) pada thun 113 H, 7) Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (ulama besar Kalimantan) dilahirkan pada tanggal 15 Safar 1122 H, dan lain-lain. Dengan demikian bulan Safar tidak selalu identik dengan bulan kejelekan atau bulan kesialan.

Al-Quran dengan tegas menyatakan: "Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal." (QS. At-Taubah 51).

Pada ayat yang lain: "Jika kamu ditimpa musibah, maka katakanlah "Innaalillahi wa Inaailaihi Raaji'uun". Inilah sepatutnya yang menjadi pegangan umat Islam dalam memaknai bulan Safar dan hal-hal yang terjadi di dalamnya dengan memperbanyak amal ibadah, dzikir, doa, sedekah, guna lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah Saw sendiri menamai bulan Safar sebagai bulan sunnah atau Safar Al-Khair. (Diolah dari berbagai sumber) 
***