*) Memaknai Tahun Baru
1436 H
--- “ Orang muslim adalah orang yang tidak mengganggu orang muslim lain
baik dengan lidah maupun tangannya, dan orang yang hijrah itu adalah orang yang
hijrah meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah “ (HR. Bukhari dan Muslim)
---
Sebagai umat Islam, apa
yang seharusnya kita lakukan memasuki awal tahun baru Islam 1436 H? Apakah kita
melewatkan begitu saja dan menjalankan aktivitas ibadah tanpa ada peningkatan
sedikitpun? Atau sebalinya, memupuk semangat untuk semakin dekat dengan sang
pecipta alam semesta dengan meniatkan segala amalan untuk ibadah dan mencari
ridho Allah SWT?
Tahun 1435 H berlalu
dan berganti memasuki 1436 H, itu artinya bahwa setiap manusia telah melewatkan
satu tahun hidupnya dengan menggoreskan catatan dalam buku amalan yang isinya
sangat beragam. Apakah semua amalan termasuk dalam amalan baik, atau sebaliknya
tak satupun sepanjang tahun kita berbuat kebaikan. Padahal, waktu setahun yang
sudah berlalu itu pada hahekatnya adalah Allah SWT telah mengurangi jatah usia
kita untuk menghirup udara di dunia dan segera menuju alam kematian.
Maka, momen memasuki
tahun baru 1436 H mestinya bisa kita gunakan untuk bermuhasabah dan instropeksi
diri. Karena setiap muslim harus selalu melakukan muhasabah diri, disamping
setiap saat, juga yang bersifat harian, pekanan, bulanan, tahunan dan
seterusnya. Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata: ”Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan
timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan bersiap-siaplah untuk hari
menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah)”, Firman Allah: Pada hari
itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang
tersembunyi (bagi Allah)”. (QS Al-Haaqqah : 18)
Lalu, kita mengambil
ibrah atau pelajaran dari semua kejadian dan peristiwa sepanjang tahun sebelumnya
yang menghampiri kita. Semisal ketika Allah SWT menguji dengan rezeki yang
mudah diperoleh, kekurangan, kegelisahan, atau ujian sebagian anggota keluarga
kita dipangigil menghadap Allah (peristiwa kematian). Seyogyanya kita juga
mengambil hikmah dari semua peristiwa yang melintas di lingkungan kita, apakah
itu berupa peristiwa bencana alam, gempa bumi, gunung meletus, pesawat terbang
berjatuhan, mobil bertumbukan, kereta api anjlok, kapal laut tenggelam,
tsunami, dan sebagainya. Itu semua hanyalah sebagian saja di antara hak sanksi
Allah SWT atas fenomena maraknya bermacam-macam kejahatan, kemaksiatan dan
penyimpangan yang diperbuat tangan-tangan kotor manusia yang durhaka kepada
hokum Allah SWT. Selain itu, peristiwa-peristiwa yang membuat umat manusia menangis
itu adalah peringatan dari Allah agar kita sadar dan kembali kepada-Nya.
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) “ (QS. Ar Rum : 41)
“Dan
kalau sekiranya Allah hendak menyiksa manusia sesuai dengan perbuatan jahatnya,
niscaya Dia tidak akan menyisakan di atas permukaan bumi satupun mahluk melata,
akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu;
maka apabila datang ketentuan ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya “ (QS. Faathir : 45).
Fenomena pergantian
waktu siang-malam, hari, pekan, bulan, tahun, dan seterusnya, juga semestinya
dimaknai sebagai salah satu tanda-tanda kebesaran Allah agar manusia banyak
bertafakkur dan berdzikir mengingat muroqobah (pengawasan) Allah, dan bukan
untuk merayakannya dengan cara-cara yang penuh dengan kesia-siaan, seperti yang
biasa kita saksikan pada fenomena penyambutan tahun baru yang lain. Firman
Allah: “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal.”(QS. Ali Imran : 190).
Tahun baru Hijriyah
mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka marilah kita benar-benar menghijrahkan diri dari segala bentuk
keburukan menuju kebaikan, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari kebid’ahan
menuju kesunnahan, dari kejahiliyahan menuju totalitas Islam dan dari kegelapan
memperturutkan hawa nafsu menuju cahaya terang keikhlasan dalam menggapai ridha
Allah SWT.
“ Orang muslim adalah orang yang tidak
mengganggu orang muslim lain baik dengan lidah maupun tangannya, dan orang yang
hijrah itu adalah orang yang hijrah meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh
Allah “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh besar jasa
Rasul Muhammad yang telah menghijrahkan umat manusia dari zaman jahiliyah
menuju zaman yang penuh cahaya Islam. Maka, pantas jika umat Islam menyambut
dengan penuh suka cita kehadiran tahun baru 1436 H. Penyambutan tahun baru
Islam adalah untuk menunjukkan rasa bangga umat Muslim atas jati diri
keislamannya, dengan lebih mengutamakan penggunaan kalender Hijriyah sebagai
salah satu identitas ummat pengikut Rasulullah Muhammad SAW. “ Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling, maka
katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Islam
(yang berserah diri kepada Allah)”. (QS. Ali Imran : 64).
Kita harus berhijrah
menuju jalan hidup yang lebih baik. Ketika umat lain membanggakan diri dengan
tahun barunya, maka sesungguhnya umat Islam telah dianugrahi tahun yang penuh
dengan kemuliaan dan nilai-nilai yang tinggi, yaitu tahun Hijriah. Tahukah Anda
sesungguhnya di tahun Hijriah itu ada empat bulan suci atau bulan haram? Dan
pada awal tahun Islam ini diawali dengan bulan Muharram. Bulan Muharram
merupakan salah satu bulan di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Empat
bulan suci itu adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Lalu mengapa
bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah
mengatakan, bulan-bulan tersebut dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan/peperangan.
Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Dan kedua, pada bulan tersebut
larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang
lainnya karena mulianya bulan tersebut. Di bulan Muharam umat Islam disunahkan
untuk melakukan ibadah saum. ”Puasa yang
paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan
Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib
adalah shalat malam.” (HR. Muslim). (Diolah dari berbagai sumber)
* Materi utama Buletin Dakwah As Shidiq Edisi I, 7 Muharam 1436 H